A.
PENCIPTAAN
Pada mulanya Allah
menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1). Kitab
Kejadian adalah satu-satunya catatan yang dapat dipercayai mengenai awal terjadinya
dunia ini beserta dengan segala isinya.
Dari awal sampai akhir penciptaan, Allah menciptakan semuanya dengan
amat baik dan tidak ada sedikitpun cacat maupun cela dari semua yang
diciptakan-Nya. Allah menciptakan langit
dan bumi merupakan suatu ketetapan Allah sendiri dalam providensi-Nya, Allah
melaksanakan ketetapan-Nya melalui karya Pencitaan. G.I.
Williamson menyatakan bahwa, “Karya Penciptaan Allah merupakan tindakan
Allah dalam menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada, dengan kuasa
Firman-Nya, dalam waktu enam hari, dan dalam keadaan sungguh amat baik.”[1] Allah melakukan karya-Nya melalui
Pencipataan, Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.
Karya Allah yang sangat agung adalah
karya penciptaan, Ia menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi
ada, melalui kuasa Firman-Nya dan dalam jangka waktu yang telah Ia tetapkan
sendiri. Allah menciptakan langit dan
bumi beserta segala isinya dalam enam hari, dengan sungguh amat baik dan tidak
ada sedikitpun cacat atau cela dari semua yang diciptakan-Nya. Hal ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam
Kejadian 1:31, “Maka Allah melihat segala
yang diciptakan-Nya itu, sungguh amat baik.” Allah menciptakan segala sesuatu dengan
sungguh amat baik. A.A.
Sitompul menyatakan bahwa:
“Yang sangat menarik dalam citra penciptaan
itu bahwa setiap kali Allah mencipta, tahapan waktu atau deretan kejadiannya
selalu dinilai dengan ‘baik’. Allah tetap melihat ciptaan-Nya itu dengan
baik. Allah terus memeliara dunia ini
sebagai tempat pertemuanAllah dengan manusia.”[2]
Dunia atau alam ini adalah
ciptaan Allah. Tujuan Allah menciptakan
alam ini adalah demi karya-Nya termasuk manusia itu sendiri. Penciptaan
adalah hak dan kedaulatan Allah sendiri, Ia menciptakan langit dan bumi
merupakan suatu tindakan Allah semata. Louis Berkhof menyatakan bahwa:
“Penciptaan adalah tindakan bebas Allah di
mana Ia, sesuai dengan kehendak-Nya yang berdaulat dan demi kemuliaan-Nya
sendiri pada mulanya menjadikan keseluruhan alam semesta, baik yang terlihat
maupun tidak, tanpa memakai bahan yang telah ada sebelumnya, sehingga
menjadikan semuanya ada, yang berbeda dengan diri-Nya dan senantiasa bergantung
kepada-Nya.”[3]
Penciptaan adalah tindakan
Allah yang bebas, dalam arti bahwa apa pun yang Ia lakukan tergantung dalam
kehendak-Nya saja. Albert M. Wolters menyatakan bahwa, “Karya sehari-hari Allah dalam
memelihara dan memerintah dunia tidak dapat dipisahkan dari tindakan-Nya untuk
menjadikan dunia. “Menjadikan” dan
“memerintah” adalah satu bagian dalam pemahaman Allah.”[4]
Allah menciptakan segala
sesuatu baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan hanya untuk hormat dan
kemuliaan-Nya, dan yang hanya bergantung kepada-Nya saja. Anthony
A. Hoekema menyatakan bahwa, “Pemeliharaan atas semua ciptaan-Nya, termasuk
manusia, mengimplikasikan bahwa mereka bergantung kepada-Nya bagi
keberlangsungan keberadaan mereka”.[5] Allah menciptakan langit dan bumi beserta
segala isinya merupakan karya Allah yang terbesar dan yang hanya bergantung
kepada-Nya saja dan hal ini tidak bisa dipahami dengan akal budi manusia melainkan
hanya dengan iman yang sejati.
Harun Hadiwijono menyatakan bahwa, “Bahwa dunia dengan
segala isinya diciptakan oleh Tuhan Allah, hanya dapat diyakini di dalam
iman. Tidak ada seorangpun yang dapat
membuktikan hal itu.”[6] Allah adalah Allah yang sempurna, dunia
beserta segala isinya adalah ciptaan Allah dan hal ini tidak bisa dipahami oleh
manusia sebab manusia sudah jatuh dalam dosa dan manusia terbatas. Penciptaan merupakan karya Allah yang tidak
bisa diukur oleh apa pun dan tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang
bisa membuktikan penciptaan dunia beserta segala isinya.
B.
MALAIKAT–MALAIKAT
Istilah utama dalam Alkitab yang
dipakai untuk malaikat adalah “mal’āk” (Ibrani) atau “angelos” (Yunani). Dua kata
ini memiliki arti yang sama, yaitu “utusan”. “Mal’āk” maupun “angelos” dapat merujuk pada manusia (Kej. 32:3; 1Raj. 19:2; Pkt.
5:6; Mar. 1:2; Luk. 7:24; 9:52) atau makhluk roh (Kej. 28:12; Dan. 6:22; Luk.
2:13).[7] Berdasarkan istilah ini dapat mendefinisikan “malaikat” sebagai makhluk rohani yang
memiliki tugas sebagai utusan Allah kepada manusia, walaupun tugas malaikat
bukan hanya berkaitan dengan manusia saja.
Malaikat adalah ciptaan Tuhan, sama dengan
ciptaan yang lainnya termasuk manusia.
Namun, manusia dan malaikat berbeda.
Kapankah malaikat-malaikat
diciptakan? Dalam penciptaan
malaikat tidak tertulis dalam Kitab Suci.
Dalam Kitab Kejadian pasal 1 dan 2 tidak tertulis mengenai penciptaan
malaikat. Tetapi, walaupun demikian malaikat adalah ciptaan
Tuhan, Alkitab mengajarkan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan hanya
untuk Allah (Rom 11:36). Kebenaran ini
pasti mencakup penciptaan malaikat juga. Dengan kata lain, malaikat diciptakan untuk
melayani Allah. Pernyataan ini tidak
berarti bahwa Allah membutuhkan malaikat. Allah tidak membutuhkan malaikat, sebab Allah
sudah sempurna dalam diri-Nya sendiri dan Dia dapat melakukan apa pun tanpa
bantuan malaikat. Eksistensi malaikat
bukanlah sebuah kebutuhan bagi Allah. Tetapi
yang menjadi tugas para malaikat adalah memberitahukan kehendak Allah kepada
manusia.
Malaikat kadangkala dipakai Tuhan
untuk menyatakan sesuatu (Ayub 33:23; Dan. 10:5, 11) atau menjelaskan sesuatu
(Dan. 7:16; Zak. 1:9, 13, 14, 19; 2:3; 4:1, 4, 5; 5:5, 10; 6:4, 5) kepada
manusia. Herman Bavinck menyatakan bahwa, “… though distinct from Jehovah this Angel of Jehovah bears the same
name, has the same power, effects the same deliverance, dispenses the same
blessings, and is the object of the same adoration. (….meskipun lain dari Yehovah, Malaikat Tuhan
disebut dengan nama yang sama, memiliki kekuasaan yang sama, berperan dan
mengucapkan Firman yang sama kuasanya, dan bahkan menerima kehormatan yang
sama”).[8] Sekalipun dikatakan bahwa malaikat sama
dengan nama Allah, memiliki kuasa yang sama, bahkan berperan dalam mengucapkan
firman yang sama kuasanya. Namun, tugas
malaikat adalah membawa berita dari Tuhan untuk
umat-Nya. Allah mengutus malaikat-Nya
untuk menyediakan keperluan umat-Nya, melindungi mereka dari bahaya, dan pada
saat tertentu memusnahkan musuh mereka.
Ketika umat Allah sendiri memberontak dan melakukan dosa, Allah bisa
memakai malaikat-Nya untuk membinasakan mereka.
Malaikat adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah sama dengan
penciptaan manusia. Charles C. Ryrie menyatakan bahwa,
“Para malaikat adalah makhluk-makhluk
yang diciptakan (Mzm 148:5). Ini berarti bahwa mereka tidak berkembang dari
bentuk kehidupan yang lebih rendah atau lebih sederhana. Hal ini dikuatkan
bahwa malaikat-malaikat itu tidak berketurunan (Mat. 22:30). Ketika mereka
diciptakan, mereka diciptakan sebagai malaikat-malaikat.”[9]
Malaikat
adalah makhluk-makhluk yang diciptakan oleh Allah sama dengan penciptaan
manusia. Malaikat tidak memiliki
kehidupan yang lebih tinggi atau bisa berkembang. Kehidupan malaikat sudah ditetapkan oleh
Allah sejak penciptaan dan malaikat tidak memiliki keturunan seperti manusia. Louis
Berkhof membagikan natur malaikat dalam empat bagia, yaitu: “(a). Malaikat
berbeda dengan Allah, malaikat adalah keberadaan yang diciptakan; (b). Para
malaikat adalah keberadaan yang spiritual dan tidak mempunyai tubuh jasmani;
(c). Malaikat adalah keberadaan yang mempunyai rasio, moral, dan tidak dapat
mati; (d). Sebagian dari malaikat itu baik dan sebagian yang lain jahat.”[10] Malaikat hidup dalam kesederhanaan mereka,
malaikat berbeda dengan Allah sebab malaikat diciptakan oleh Allah. Malaikat memiliki jiwa tetapi tidak memiliki
tubuh, mempunyai akal budi seperti manusia dan tidak dapat mati. Tetapi, sebagian dari malaikat itu ada yang
baik dan ada sebagian yang jahat, dalam hal ini, bukan berarti bahwa Allah
menciptakan malaikat yang jahat, tetapi adanya malaikat yang jahat disebabkan
oleh karena pemberontakan malaikat sendiri yang senang sekali menentang Allah
dan menentang pekerjaan-Nya, dan malaikat ingin menjadi seperti Allah sehingga
mereka jatuh dalam dosa.
Segala sesuatu diciptakan oleh
Allah, manusia tidak mempunyai hak untuk mengetahui kapan dan bagaimana penciptaan
alam ini termasuk malaikat dan seluruh ciptaan Allah.
C.
MANUSIA
Manusia adalah ciptaan Allah. Allah menciptakan manusia serupa dan segambar
dengan-Nya. “The Hebrew word for the picture "tselem", derived from the root word meaning
"carve out" or "cut", the
Hebrew word for the way "Demuth" in Genesis 1 means "like."
(Kata Ibrani untuk gambar “tselem”,
diturunkan dari akar kata yang bermakna “mengukir”
atau “memotong”, kata Ibrani untuk
rupa “demūth” di dalam Kejadian 1
bermakna “menyerupai.”)[11] Dari semua yang telah diciptakan-Nya, satu
hal yang menarik adalah penciptaan manusia.
Jika ciptaan yang lain Allah ciptakan dengan berfirman, tetapi manusia
diciptakan langsung dari tangan Allah sendiri yaitu dengan membentuknya dari
debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, sehingga manusia
menjadi makhluk yang hidup (Kej. 2:7). A.A. Sitompul menyatakan bahwa: “Allah
menciptakan manusia diciptakannya mereka laki-laki dan perempuan (Kej. 1:27).”[12] Dalam Pengakuan Iman Westminster
dijelaskan bahwa:
Setelah Allah menjadikan
semua makhluk lainnya, Dia menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, dengan
jiwa yang berbudi dan tak dapat mati, diperlengkapi dengan pengetahuan,
kebenaran, dan kekudusan sejati menurut gambar-Nya sendiri, dengan isi hukum
Allah tertulis dalam hati mereka dan dengan kemampuan memenuhinya.[13]
Manusia adalah ciptaan
Allah yang paling unik, di mana Allah menciptakan segala sesuatu dengan
berfirman, tetapi Allah menciptakan manusia serupa dan segambar dengan diri-Nya
sendiri. Herman Bavinck menyatakan bahwa:
“The whole
world is a
revelation of God, and mirror the values and
the perfection of His way and according to their
size, every creature
is a manifestation of the divine thought. But
among all creatures, only man is
the image of God, the revelation
of the highest and richest of God, and therefore, is
the head and summit of the whole of creation.”
(Seluruh dunia merupakan
penyataan Allah, cermin dan nilai-nilai dan kesempurnaan-Nya; dengan cara dan
menurut ukurannya masing-masing, setiap makhluk merupakan perwujudan dari
pemikiran ilahi. Tetapi di antara semua
ciptaan, hanya manusia yang merupakan gambar Allah, penyataan yang tertinggi
dan terkaya akan Allah, dan oleh karena itu, merupakan kepala dan puncak dari
seluruh ciptaan.)”[14]
Allah menciptakan langit
dan bumi beserta segala isinya merupakan penyataan Allah dalam
kesempurnaan-Nya. Dari seluruh
ciptaan-Nya ada ciptaan yang paling unik yaitu penciptaan manusia di mana
manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Gambar Allah yang dimaksudkan adalah bahwa
manusia diperlengkapi dengan pengetahuan, kebenaran, dan kekudusan sejati
menurut gambar-Nya. Sehubungan dengan
hal ini, G. I. Williamson menyatakan
bahwa: “Gambar dan rupa Allah bukanlah sesuatu yang ada di dalam diri seorang
manusia, ataupun sebagian dari diri manusia itu (jiwanya).[15]
Allah menciptakan manusia
dengan sempurna di mana manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah,
tetapi ketika manusia jatuh ke dalam dosa semuanya telah hilang, manusia
menjadi serupa dan segambar dengan dunia yang fana. David
Cairns menyatakan bahwa, “In the beginning God created man in His image and likeness. However, the
perfection of man and God has
been lost during the Fall.”
(Pada mulanya Allah menciptakan manusia
menurut gambar dan rupa-Nya. Tetapi,
kesempurnaan manusia dengan Allah telah hilang saat Kejatuhan”).[16] Lebih lanjut lagi H.J. Schroeder menyatakan bahwa, “A person, as a result of the Fall, lost the holiness and justice in
which he had been constituted, but by maintaining that the will was not totally
corrupt.” (Akibat kejatuhan dalam dosa manusia memang telah kehilangan
kesucian dan keadilannya, tetapi melalui upaya memelihara kedua hal yang baik
itu, will atau kemauan yang baik dari manusia tidak hilang).[17]
Pada awalnya Allah
menciptakan manusia dengan begitu sempurna, dipenuhi dengan kebenaran serta
kekudusan sejati. Tetapi, karena manusia
lebih memilih keinginan mereka sendiri sehingga mereka jatuh ke dalam dosa. Allah adalah Allah yang sangat benci terhadap
dosa, Allah menghukum bahkan mengutuk manusia karena perbuatan manusia itu
sendiri. Maka, dalam hal ini terlihat
jelas bahwa Allah adalah Hakim yang Agung.
James M. Boice menyatakan
bahwa, “it is only when we know God as
creator that we can discern him as judge. And it is only as we acknowledge him
as judge that we can discover hem to be our redeemer. (hanya jikalau kita
dapat mengenal Allah sebagai Pencipta maka kita akan mengenal Dia sebagai
Hakim. Dan jikalau kita dapat mengenal
Dia sebagai Hakim kita dapat mengenal Dia sebagi Penebus).”[18] Melalui penciptaan manusia bisa mengenal
Allah sebagai pencipta langit dan bumi beserta segala isinya.
D.
GAMBAR ALLAH
Gambar Allah dinyatakan di dalam penciptaan manusia. Dalam Kejadian
1:26) Allah berfirman:”Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar
dan rupa Kita,supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung
di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas seluruh binatang melata
yang merayap di bumi.”. Allah
menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Arie
Jan Plaisier menyatakan bahwa, “Gambar Allah terletak terutama dalam
‘dimensi teologis’ kehidupan manusia.
Artinya, kehidupan manusia mendapat perhatian Allah yang khusus dan karena
itu manusia mendapat perhatian Allah yang khusus dan karena itu manusia menjadi
gambar Allah.”[19]
Gambar Allah terletak dalam kehidupan manusia, di mana Allah
menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Gambar Allah yang dimaksudkan adalah bahwa
manusia diciptakan oleh Allah dengan begitu sempurna, penuh dengan hikmat, kebenaran
dan kekudusan. Tetapi gambar Allah ini,
telah dihancurkan/dirusak oleh manusia itu sendiri. Manusia diciptakan pada awalnya serupa dan
segambar dengan Allah, tetapi karena manusia lebih memilih keinginan iblis
sehingga mereka jatuh ke dalam dosa, dan mereka menjadi serupa dan segambar
dengan dunia. Lebih lanjut lagi Arie Jan Plaisier menyatakan bahwa:
“Gambar Allah terletak dalam hubungan manusia dengan Allah. Gambar Allah tidak usah dicari dalam diri
manusia sendiri seakan-akan gambar itu dibentuk oleh salah satu unsur dalam
diri manusia. Sebaliknya, sifat manusia
sebagai ‘gambar Allah’ itu berarti manusia keluar dari dirinya, untuk menemui
dirinya di dalam Allah.”[20]
Gambar Allah terletak dalam
hubungan manusia dengan Allah, tetapi pernyataan ini bukan berarti gambar Allah
sama seperti dengan manusia. Manusia
berbeda dengan Allah, Allah adalah Roh, tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa
manusia diciptakan oleh Allah yang keluar dari dalam diri-Nya. G. J.
Baan menyatakan bahwa, “Kita membaca bahwa manusia diciptakan menurut
gambar Allah (Kej. 1:27). Ini berarti
bahwa manusia itu sempurna, seperti Allah, namun ditempatkan di bawahnya.”[21] Dalam Kej. 1:27 dikatakan bahwa manusia itu
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Jadi, manusia itu sempurna seperti Allah, manusia pada waktu itu tidak
mengenal dosa, atau akibat-akibat yang ditimbulkan seperti kematian, kelemahan,
sakit penyakit dan kelemahan. Manusia
diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan begitu sempurna. Tetapi manusia juga berbeda dengan Allah,
sebab manusia diciptakan oleh Allah, dalam Kej. 2:7 “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan
menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi
makhluk yang hidup”. Dari sinilah terlihat
jelas bahwa Allah menciptakan manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas
hidup ke dalam hidungnya.
E.
PROVIDENSI
Allah bukan hanya Pencipta dari segala
ciptaan-Nya, tetapi Ia secara terus-menerus memelihara serta menopang seluruh
ciptaan-Nya. Kristus dikatakan sebagai
Pribadi yang “menopang segala-sesuatu
dengan firman-Nya yang penuh-kekuasaan” (Ibrani 1:3). Pribadi yang “melalui Dia segala sesuatu
tercipta,” atau di dalam Dia segala sesuatu memiliki integrasi secara teratur
(Kolose 1:17). G.I. Williamson menyatakan bahwa, “Providensi Allah adalah tindakan
Allah yang Mahakudus, Mahabijaksana, Mahakuasa dalam memelihara dan memerintah
segenap ciptaan-Nya beserta segala tindakan mereka”.[22]
Allah melaksanakan ketetapan-Nya dalam
kehendak-Nya bukan hanya melalui karya penciptaan-Nya, melainkan juga melalui
providensi-Nya. Millard J. Erickson menyatakan bahwa, “God providence
of God is important
as a continuation of the work of His creation, which
He gave His love, that is, in terms of providing maintenance” (Providensi Allah merupakan karya Allah yang penting
sebagai kelanjutan dari karya penciptaan-Nya, dimana Ia memberikan kasih-Nya,
yaitu dalam hal memberikan pemeliharaan”).[23] Providensi adalah hal yang berkesinambungan
dengan penciptaan, artinya bahwa setelah Allah menciptakan bumi beserta segala
isinya Dia tidak hanya berhenti sampai disitu, tetapi Ia terus memelihara,
menopang.
Setelah Allah menciptakan bumi beserta segala isinya, Ia terus
memelihara ciptaan-Nya, dalam arti bahwa Allah terus menyertai dan melindungi
seluruh ciptaan-Nya, dan Dia tidak pernah meninggalkan sedetik pun. Grudem
menyatakan bahwa:
“Providence of God is that God constantly
accompanies all creation, by (1). Keeping all of
existence and maintain all that He has created, (2).
Cooperate with all creation in any thing done, and
also directed them to remain
in what they should do, (3). Directing them to
remain in God's purpose” (Providensi
Allah ialah bahwa Allah secara terus menerus menyertai semua ciptaan, yaitu
dengan (1). Menjaga semua keberadaan dan memelihara semua yang telah
diciptakan-Nya, (2). Bekerjasama dengan semua ciptaan dalam setiap hal yang
dilakukan, dan juga mengarahkan mereka agar tetap berada dalam apa yang
seharusnya mereka lakukan, (3). Mengarahkan mereka agar tetap berada dalam
tujuan Allah”).[24]
Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya merupakan
ketetapan Allah di dalam diri-Nya sendiri.
Allah bukan hanya menciptakan tetapi Allah juga menjaga semua
ciptaan-Nya serta mengarahkan mereka untuk tetap tinggal dalam rencana
Allah. John M. Frame menyatakan bahwa:
“All things
"and" the whole world ",
that God has the power to regulate any matter that has been created.
But one thing
that can be drawn from the
definition of God's providence
is that God in His work, he proceeded in the
maintenance of all His creation,
and always lead to
goals agreed Him” (Semua hal” dan “seluruh dunia” , bahwa Allah mempunyai kuasa untuk
mengatur setiap hal yang telah diciptakan-Nya. Tetapi satu hal yang dapat
ditarik dari definisi Providensi Allah ini ialah bahwa Allah dalam pekerjaan-Nya,
Ia melanjutkannya dalam pemeliharaan semua ciptaan-Nya, dan senantiasa
mengarahkan kepada tujuan yang telah disetujui-Nya”).[25]
Allah adalah Allah yang
berkuasa atas seluruh ciptaan-Nya, Dia tidak pernah membiarkan ciptaan-Nya,
namun Dia secara terus menerus memelihara serta menompang seluruh ciptaan-Nya
baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, sesuai dengan
ketetapan-ketetapan-Nya dari kekal. Geerhardus Vos menyatakan bahwa, “Various provisions
refers to the breeding of life, protection and the act of
supporting for life, both for animals and humans” (Berbagai ketetapan ini
mengacu pada pengembangbiakan kehidupan, perlindungan dan penunjangan bagi
kehidupan, baik terhadap binatang maupun manusia”).[26] Dan lebih lanjut lagi Benjamin Farley menyatakan bahwa:
“Divine Protection, one which
proves that humans or other creatures
too, is a creature
who can not live independently, and will continue to rely on God, and as an
all-knowing God, and that God is the Creator, He will not let all of His
creation adrift in the world, living in
uncertainty, and live in the
patterns that have been arranged
in such a way that leads to
life is useless, as
is believed by the concept of Deism” (Perlindungan Ilahi,
merupakan satu hal yang membuktikan bahwa manusia ataupun juga ciptaan yang
lainya, merupakan makhluk yang tidak dapat hidup mandiri, dan akan terus
bergantung pada Allah, dan sebagai Allah yang Mahatahu, dan bahwa Allah adalah
Sang Pencipta, Ia tidak akan membiarkan semua ciptaanNYA terkatung-katung dalam
dunia ini, hidup dalam ketidakpastian, dan hidup dalam pola-pola yang sudah
diatur sedemikian rupa, sehingga membawa pada kehidupan yang tidak berguna,
seperti yang diyakini oleh konsep Deisme).[27]
Allah adalah Mahakasih sehingga
Ia dalam kasih-Nya, memberikan suatu jaminan hidup berupa perlindungan. Louis Bekhof “mendefinisikan perlindungan ini
sebagai “karya Allah yang terus berlangsung, yang dengannya Allah
mempertahankan segala yang telah Ia ciptakan, bersamaan dengan kekuatan dan
sifat-sifat yang telah dicurahkan-Nya kepada mereka.”[28] Allah tidak hanya menciptakan tetapi Ia
memberikan melindungan, mempertahankan sagala yang Ia ciptakan dalam
providensi-Nya, menyediakan. Di dalam
perlindungan yang Allah berikan merupakan suatu tindakan yang nyata dalam mempertahankan
ciptaan-Nya, sehingga Ia menyediakan apa yang menjadi keperluan, dan belangsung
setiap saat, setiap detik, setiap waktu, dan kekal selama-lamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Baan, G. J.,
Tulip: Lima Pokok Calvinisme. cet-2.
(Surabaya: Momentum. 2010).
Bavinck, Herman., The Doctrine of God. The Banner of truth Trust. (Great Britain by
the Bath: Press. Pennsylvania. U.S.A. 1997).
Berkhof, Louis., Teologi Sistematika-Doktrin Allah. Cetakan-1.
(Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia. 1993).
Boice, James M., Foundations of the Christian Faith. (Downers
Grove, IL.: IVP. 1986).
Cairns, David., The Image of God in Man. (London:
Collins. 1973).
Driver, Francis
Brown, S.R. and Briggs, Charles., Hebrew
and Enlish Lexicon of the Old Testament. (New York: Houghton Mifflin. 1907).
End, Th. Van den.,
Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme :
Pengakuan Iman Westminster. Cet. ke-2. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia. 2001).
Erickson, Millard J., Introduction Christian Doctrine. (Michigan: Baker Academic. 2001).
Farley, Benjamin., Providence of God. (Grand Rapids: Baker Book House. 1988).
Frame, John M., Doctrine of God, (New Jersey: P&R Publishing, 2002).
Hadiwijono, Harun., Iman Kristen. Cet. 12. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1999).
Hoekema,
Anthony A., Manusia: Ciptaan Menurut
Gambar Allah. Cet. 2. (Surabaya: Momentum. 2008).
Plaisier, Arie Jan., Manusia. Gambar Allah: Terobosan-terobosan Dalam Bidang Antropologi
Kristen. Cet. 2. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000).
Ryrie, Charles C., Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab. (Yokyakarta:
Yayasan ANDI (Anggota IKAPI). 1991).
Sitompul, A.A., Manusia Dan Budaya: Teologi Antropologi. Cetakan ke-1. (Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 1993).
Vos, Geerhardus., Biblical Theology, (Grand Rapids: Eerdmans. 1948).
Wayne, Grudem., Systematic Theology –An Introduction to Biblical Doctrine.
(England: Intervarsity Press. 1994).
Williamson, G. I.,
Katekismus Singkat Westminster 1.
peny. The Boen Giok. cet. 1. (Surabaya: Momentum. 1999).
Wolters, Albert M., Pemulihan Ciptaan. Cet-2. (Surabaya: Momentum. 2010).
[1]G. I. Williamson, Katekismus
Singkat Westminster 1, peny. The Boen Giok, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999),
h. 47.
[2]A.A. Sitompul, Manusia Dan
Budaya: Teologi Antropologi, Cetakan ke-1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1993), h. 2.
[3]Louis Berkhof, Teologi
Sistematika-Doktrin Allah, Cetakan-1, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1993), h. 239.
[4]Albert M. Wolters, Pemulihan
Ciptaan, Cet-2, (Surabaya: Momentum, 2010), h. 18.
[5]Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, Cet.
2, (Surabaya: Momentum, 2008), h. 8.
[6]Harun Hadiwijono, Iman
Kristen, Cet. 12, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), h. 144.
[7]http://www.terangdunia.net/pedoman-saat-teduh/157--penciptaan-malaikat
[8]Herman Bavinck, The Doctrine
of God, (Grand Rapids, Mich.: Baker, 1951), pg. 22.
[9]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar:
Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab, (Yokyakarta: Yayasan ANDI
(Anggota IKAPI), 1991), h. 162.
[10]Louis Berkhof, Teologi
Sistematika-Doktrin Allah, Cetakan-1, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1993), h. 269-272.
[11]Francis Brown, S.R. Driver, and Charles Briggs, Hebrew and Enlish Lexicon of the Old Testament, (New York: Houghton
Mifflin, 1907), pg. 853.
[12]A.A. Sitompul, Manusia Dan
Budaya: Teologi Antropologi, Cetakan ke-1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1993), h. 33.
[13]Th. Van den End, Enam Belas
Dokumen Dasar Calvinisme : Pengakuan Iman Westminster, Cet. ke-2, (Jakarta:
BPK. Gunung Mulia, 2001), h. 102.
[14]Herman Bavinck, The Doctrine of God, The Banner of truth Trust, (Great Britain by
the Bath: Press, Pennsylvania, U.S.A. 1997), pg. 279.
[15]G. I. Williamson, Katekismus
Singkat Westminster 1, pen. The Boen Giok, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999),
h. 60.
[16]David Cairns, The Image of God
in Man, (London: Collins, 1973), pg. 80.
[17]H.J. Schroeder, Canons and
Decrees of The Council of Trent, (St. Louis: Heider, 1960), pg. 121.
[18]James M. Boice, Foundations of
the Christian Faith, (Downers Grove, IL.: IVP, 1986), pg. 101.
[19]Arie Jan Plaisier, Manusia,
Gambar Allah: Terobosan-terobosan Dalam Bidang Antropologi Kristen, Cet. 2,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), h. 24-25.
[20]Ibid.
[21]G. J. Baan, Tulip: Lima Pokok
Calvinisme, cet-2, (Surabaya: Momentum, 2010), h. 8.
[22]G. I. Williamson, Katekismus
Singkat Westminster 1, pen. The Boen Giok, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999),
h. 63.
[23] Millard J. Erickson, Introduction
Christian Doctrine, (Michigan: Baker Academic, 2001), pg. 54.
[24]Grudem, Wayne Systematic
Theology –An Introduction to Biblical Doctrine, (England: Intervarsity
Press, 1994), pg. 212.
[25]John M. Frame, Doctrine of God,
(New Jersey: P&R Publishing, 2002), pg 58.
[26]Geerhardus Vos, Biblical
Theology, (Grand Rapids: Eerdmans, 1948), pg. 64.
[27]Benjamin Farley, Providence of
God, (Grand Rapids: Baker Book House, 1988), pg. 93.