Friday, May 2, 2014

DOGMA: PENCIPTAAN_MALAIKAT_MANUSIA_GAMBAR ALLAH_PROVIDENSI

A.    PENCIPTAAN
Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi (Kej. 1:1).  Kitab Kejadian adalah satu-satunya catatan yang dapat dipercayai mengenai awal terjadinya dunia ini beserta dengan segala isinya.  Dari awal sampai akhir penciptaan, Allah menciptakan semuanya dengan amat baik dan tidak ada sedikitpun cacat maupun cela dari semua yang diciptakan-Nya.  Allah menciptakan langit dan bumi merupakan suatu ketetapan Allah sendiri dalam providensi-Nya, Allah melaksanakan ketetapan-Nya melalui karya Pencitaan.  G.I. Williamson menyatakan bahwa, “Karya Penciptaan Allah merupakan tindakan Allah dalam menjadikan segala sesuatu dari yang tidak ada, dengan kuasa Firman-Nya, dalam waktu enam hari, dan dalam keadaan sungguh amat baik.”[1]  Allah melakukan karya-Nya melalui Pencipataan, Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada.
Karya Allah yang sangat agung adalah karya penciptaan, Ia menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, melalui kuasa Firman-Nya dan dalam jangka waktu yang telah Ia tetapkan sendiri.  Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya dalam enam hari, dengan sungguh amat baik dan tidak ada sedikitpun cacat atau cela dari semua yang diciptakan-Nya.  Hal ini sesuai dengan apa yang tertulis dalam Kejadian 1:31, “Maka Allah melihat segala yang diciptakan-Nya itu, sungguh amat baik.”  Allah menciptakan segala sesuatu dengan sungguh amat baik.  A.A. Sitompul menyatakan bahwa:
 “Yang sangat menarik dalam citra penciptaan itu bahwa setiap kali Allah mencipta, tahapan waktu atau deretan kejadiannya selalu dinilai dengan ‘baik’. Allah tetap melihat ciptaan-Nya itu dengan baik.  Allah terus memeliara dunia ini sebagai tempat pertemuanAllah dengan manusia.”[2]

Dunia atau alam ini adalah ciptaan Allah.  Tujuan Allah menciptakan alam ini adalah demi karya-Nya termasuk manusia itu sendiri.  Penciptaan adalah hak dan kedaulatan Allah sendiri, Ia menciptakan langit dan bumi merupakan suatu tindakan Allah semata.  Louis Berkhof menyatakan bahwa:
“Penciptaan adalah tindakan bebas Allah di mana Ia, sesuai dengan kehendak-Nya yang berdaulat dan demi kemuliaan-Nya sendiri pada mulanya menjadikan keseluruhan alam semesta, baik yang terlihat maupun tidak, tanpa memakai bahan yang telah ada sebelumnya, sehingga menjadikan semuanya ada, yang berbeda dengan diri-Nya dan senantiasa bergantung kepada-Nya.”[3]

Penciptaan adalah tindakan Allah yang bebas, dalam arti bahwa apa pun yang Ia lakukan tergantung dalam kehendak-Nya saja.  Albert M. Wolters menyatakan bahwa, “Karya sehari-hari Allah dalam memelihara dan memerintah dunia tidak dapat dipisahkan dari tindakan-Nya untuk menjadikan dunia.  “Menjadikan” dan “memerintah” adalah satu bagian dalam pemahaman Allah.”[4]  
Allah menciptakan segala sesuatu baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan hanya untuk hormat dan kemuliaan-Nya, dan yang hanya bergantung kepada-Nya saja.  Anthony A. Hoekema menyatakan bahwa, “Pemeliharaan atas semua ciptaan-Nya, termasuk manusia, mengimplikasikan bahwa mereka bergantung kepada-Nya bagi keberlangsungan keberadaan mereka”.[5]  Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya merupakan karya Allah yang terbesar dan yang hanya bergantung kepada-Nya saja dan hal ini tidak bisa dipahami dengan akal budi manusia melainkan hanya dengan iman yang sejati. 
Harun Hadiwijono menyatakan bahwa, “Bahwa dunia dengan segala isinya diciptakan oleh Tuhan Allah, hanya dapat diyakini di dalam iman.  Tidak ada seorangpun yang dapat membuktikan hal itu.”[6]  Allah adalah Allah yang sempurna, dunia beserta segala isinya adalah ciptaan Allah dan hal ini tidak bisa dipahami oleh manusia sebab manusia sudah jatuh dalam dosa dan manusia terbatas.  Penciptaan merupakan karya Allah yang tidak bisa diukur oleh apa pun dan tidak ada seorang manusia pun di dunia ini yang bisa membuktikan penciptaan dunia beserta segala isinya. 


B.     MALAIKAT–MALAIKAT
Istilah utama dalam Alkitab yang dipakai untuk malaikat adalah “mal’āk” (Ibrani) atau “angelos” (Yunani).  Dua kata ini memiliki arti yang sama, yaitu “utusan”.  “Mal’āk” maupun “angelos” dapat merujuk pada manusia (Kej. 32:3; 1Raj. 19:2; Pkt. 5:6; Mar. 1:2; Luk. 7:24; 9:52) atau makhluk roh (Kej. 28:12; Dan. 6:22; Luk. 2:13).[7]  Berdasarkan istilah ini dapat mendefinisikan “malaikat” sebagai makhluk rohani yang memiliki tugas sebagai utusan Allah kepada manusia, walaupun tugas malaikat bukan hanya berkaitan dengan manusia saja.
Malaikat adalah ciptaan Tuhan, sama dengan ciptaan yang lainnya termasuk manusia.  Namun, manusia dan malaikat berbeda.  Kapankah malaikat-malaikat diciptakan?  Dalam penciptaan malaikat tidak tertulis dalam Kitab Suci.  Dalam Kitab Kejadian pasal 1 dan 2 tidak tertulis mengenai penciptaan malaikat.  Tetapi, walaupun demikian malaikat adalah ciptaan Tuhan, Alkitab mengajarkan bahwa segala sesuatu diciptakan oleh Allah dan hanya untuk Allah (Rom 11:36).  Kebenaran ini pasti mencakup penciptaan malaikat juga.  Dengan kata lain, malaikat diciptakan untuk melayani Allah.  Pernyataan ini tidak berarti bahwa Allah membutuhkan malaikat.  Allah tidak membutuhkan malaikat, sebab Allah sudah sempurna dalam diri-Nya sendiri dan Dia dapat melakukan apa pun tanpa bantuan malaikat.  Eksistensi malaikat bukanlah sebuah kebutuhan bagi Allah.  Tetapi yang menjadi tugas para malaikat adalah memberitahukan kehendak Allah kepada manusia.  
Malaikat kadangkala dipakai Tuhan untuk menyatakan sesuatu (Ayub 33:23; Dan. 10:5, 11) atau menjelaskan sesuatu (Dan. 7:16; Zak. 1:9, 13, 14, 19; 2:3; 4:1, 4, 5; 5:5, 10; 6:4, 5) kepada manusia.  Herman Bavinck menyatakan bahwa, “… though distinct from Jehovah this Angel of Jehovah bears the same name, has the same power, effects the same deliverance, dispenses the same blessings, and is the object of the same adoration.  (….meskipun lain dari Yehovah, Malaikat Tuhan disebut dengan nama yang sama, memiliki kekuasaan yang sama, berperan dan mengucapkan Firman yang sama kuasanya, dan bahkan menerima kehormatan yang sama”).[8]  Sekalipun dikatakan bahwa malaikat sama dengan nama Allah, memiliki kuasa yang sama, bahkan berperan dalam mengucapkan firman yang sama kuasanya.  Namun, tugas malaikat adalah membawa berita dari Tuhan untuk umat-Nya.  Allah mengutus malaikat-Nya untuk menyediakan keperluan umat-Nya, melindungi mereka dari bahaya, dan pada saat tertentu memusnahkan musuh mereka.  Ketika umat Allah sendiri memberontak dan melakukan dosa, Allah bisa memakai malaikat-Nya untuk membinasakan mereka.  Malaikat adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah sama dengan penciptaan manusia.  Charles C. Ryrie menyatakan bahwa,
“Para malaikat adalah makhluk-makhluk yang diciptakan (Mzm 148:5). Ini berarti bahwa mereka tidak berkembang dari bentuk kehidupan yang lebih rendah atau lebih sederhana. Hal ini dikuatkan bahwa malaikat-malaikat itu tidak berketurunan (Mat. 22:30). Ketika mereka diciptakan, mereka diciptakan sebagai malaikat-malaikat.”[9]

Malaikat adalah makhluk-makhluk yang diciptakan oleh Allah sama dengan penciptaan manusia.  Malaikat tidak memiliki kehidupan yang lebih tinggi atau bisa berkembang.  Kehidupan malaikat sudah ditetapkan oleh Allah sejak penciptaan dan malaikat tidak memiliki keturunan seperti manusia.  Louis Berkhof membagikan natur malaikat dalam empat bagia, yaitu: “(a). Malaikat berbeda dengan Allah, malaikat adalah keberadaan yang diciptakan; (b). Para malaikat adalah keberadaan yang spiritual dan tidak mempunyai tubuh jasmani; (c). Malaikat adalah keberadaan yang mempunyai rasio, moral, dan tidak dapat mati; (d). Sebagian dari malaikat itu baik dan sebagian yang lain jahat.”[10]  Malaikat hidup dalam kesederhanaan mereka, malaikat berbeda dengan Allah sebab malaikat diciptakan oleh Allah.  Malaikat memiliki jiwa tetapi tidak memiliki tubuh, mempunyai akal budi seperti manusia dan tidak dapat mati.  Tetapi, sebagian dari malaikat itu ada yang baik dan ada sebagian yang jahat, dalam hal ini, bukan berarti bahwa Allah menciptakan malaikat yang jahat, tetapi adanya malaikat yang jahat disebabkan oleh karena pemberontakan malaikat sendiri yang senang sekali menentang Allah dan menentang pekerjaan-Nya, dan malaikat ingin menjadi seperti Allah sehingga mereka jatuh dalam dosa.
Segala sesuatu diciptakan oleh Allah, manusia tidak mempunyai hak untuk mengetahui kapan dan bagaimana penciptaan alam ini termasuk malaikat dan seluruh ciptaan Allah.
C.    MANUSIA
Manusia adalah ciptaan Allah.  Allah menciptakan manusia serupa dan segambar dengan-Nya.  “The Hebrew word for the picture "tselem", derived from the root word meaning "carve out" or "cut", the Hebrew word for the way "Demuth" in Genesis 1 means "like."  (Kata Ibrani untuk gambar “tselem”, diturunkan dari akar kata yang bermakna “mengukir” atau “memotong”, kata Ibrani untuk rupa “demūth” di dalam Kejadian 1 bermakna “menyerupai.”)[11]  Dari semua yang telah diciptakan-Nya, satu hal yang menarik adalah penciptaan manusia.  Jika ciptaan yang lain Allah ciptakan dengan berfirman, tetapi manusia diciptakan langsung dari tangan Allah sendiri yaitu dengan membentuknya dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya, sehingga manusia menjadi makhluk yang hidup (Kej. 2:7).  A.A. Sitompul menyatakan bahwa: “Allah menciptakan manusia diciptakannya mereka laki-laki dan perempuan (Kej. 1:27).”[12]  Dalam Pengakuan Iman Westminster dijelaskan bahwa:
Setelah Allah menjadikan semua makhluk lainnya, Dia menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, dengan jiwa yang berbudi dan tak dapat mati, diperlengkapi dengan pengetahuan, kebenaran, dan kekudusan sejati menurut gambar-Nya sendiri, dengan isi hukum Allah tertulis dalam hati mereka dan dengan kemampuan memenuhinya.[13]

Manusia adalah ciptaan Allah yang paling unik, di mana Allah menciptakan segala sesuatu dengan berfirman, tetapi Allah menciptakan manusia serupa dan segambar dengan diri-Nya sendiri.  Herman Bavinck menyatakan bahwa:
The whole world is a revelation of God, and mirror the values ​​and the perfection of His way and according to their size, every creature is a manifestation of the divine thought. But among all creatures, only man is the image of God, the revelation of the highest and richest of God, and therefore, is the head and summit of the whole of creation.”  (Seluruh dunia merupakan penyataan Allah, cermin dan nilai-nilai dan kesempurnaan-Nya; dengan cara dan menurut ukurannya masing-masing, setiap makhluk merupakan perwujudan dari pemikiran ilahi.  Tetapi di antara semua ciptaan, hanya manusia yang merupakan gambar Allah, penyataan yang tertinggi dan terkaya akan Allah, dan oleh karena itu, merupakan kepala dan puncak dari seluruh ciptaan.)”[14]

Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya merupakan penyataan Allah dalam kesempurnaan-Nya.  Dari seluruh ciptaan-Nya ada ciptaan yang paling unik yaitu penciptaan manusia di mana manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah.  Gambar Allah yang dimaksudkan adalah bahwa manusia diperlengkapi dengan pengetahuan, kebenaran, dan kekudusan sejati menurut gambar-Nya.  Sehubungan dengan hal ini, G. I. Williamson menyatakan bahwa: “Gambar dan rupa Allah bukanlah sesuatu yang ada di dalam diri seorang manusia, ataupun sebagian dari diri manusia itu (jiwanya).[15] 
Allah menciptakan manusia dengan sempurna di mana manusia diciptakan serupa dan segambar dengan Allah, tetapi ketika manusia jatuh ke dalam dosa semuanya telah hilang, manusia menjadi serupa dan segambar dengan dunia yang fana.  David Cairns menyatakan bahwa, “In the beginning God created man in His image and likeness. However, the perfection of man and God has been lost during the Fall.”  (Pada mulanya Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya.  Tetapi, kesempurnaan manusia dengan Allah telah hilang saat Kejatuhan”).[16]  Lebih lanjut lagi H.J. Schroeder menyatakan bahwa, “A person, as a result of the Fall, lost the holiness and justice in which he had been constituted, but by maintaining that the will was not totally corrupt.” (Akibat kejatuhan dalam dosa manusia memang telah kehilangan kesucian dan keadilannya, tetapi melalui upaya memelihara kedua hal yang baik itu, will atau kemauan yang baik dari manusia tidak hilang).[17]
Pada awalnya Allah menciptakan manusia dengan begitu sempurna, dipenuhi dengan kebenaran serta kekudusan sejati.  Tetapi, karena manusia lebih memilih keinginan mereka sendiri sehingga mereka jatuh ke dalam dosa.  Allah adalah Allah yang sangat benci terhadap dosa, Allah menghukum bahkan mengutuk manusia karena perbuatan manusia itu sendiri.  Maka, dalam hal ini terlihat jelas bahwa Allah adalah Hakim yang Agung.  James M. Boice menyatakan bahwa, “it is only when we know God as creator that we can discern him as judge. And it is only as we acknowledge him as judge that we can discover hem to be our redeemer. (hanya jikalau kita dapat mengenal Allah sebagai Pencipta maka kita akan mengenal Dia sebagai Hakim.  Dan jikalau kita dapat mengenal Dia sebagai Hakim kita dapat mengenal Dia sebagi Penebus).”[18]  Melalui penciptaan manusia bisa mengenal Allah sebagai pencipta langit dan bumi beserta segala isinya.














D.    GAMBAR ALLAH

Gambar Allah dinyatakan di dalam penciptaan manusia.  Dalam Kejadian 1:26) Allah berfirman:”Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas seluruh binatang melata yang merayap di bumi.”.  Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya.  Arie Jan Plaisier menyatakan bahwa, “Gambar Allah terletak terutama dalam ‘dimensi teologis’ kehidupan manusia.  Artinya, kehidupan manusia mendapat perhatian Allah yang khusus dan karena itu manusia mendapat perhatian Allah yang khusus dan karena itu manusia menjadi gambar Allah.”[19] 
Gambar Allah terletak dalam kehidupan manusia, di mana Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya.  Gambar Allah yang dimaksudkan adalah bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan begitu sempurna, penuh dengan hikmat, kebenaran dan kekudusan.  Tetapi gambar Allah ini, telah dihancurkan/dirusak oleh manusia itu sendiri.  Manusia diciptakan pada awalnya serupa dan segambar dengan Allah, tetapi karena manusia lebih memilih keinginan iblis sehingga mereka jatuh ke dalam dosa, dan mereka menjadi serupa dan segambar dengan dunia.  Lebih lanjut lagi Arie Jan Plaisier menyatakan bahwa:
“Gambar Allah terletak dalam hubungan manusia dengan Allah.  Gambar Allah tidak usah dicari dalam diri manusia sendiri seakan-akan gambar itu dibentuk oleh salah satu unsur dalam diri manusia.  Sebaliknya, sifat manusia sebagai ‘gambar Allah’ itu berarti manusia keluar dari dirinya, untuk menemui dirinya di dalam Allah.”[20]

Gambar Allah terletak dalam hubungan manusia dengan Allah, tetapi pernyataan ini bukan berarti gambar Allah sama seperti dengan manusia.  Manusia berbeda dengan Allah, Allah adalah Roh, tetapi yang dimaksudkan adalah bahwa manusia diciptakan oleh Allah yang keluar dari dalam diri-Nya.  G. J. Baan menyatakan bahwa, “Kita membaca bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah (Kej. 1:27).  Ini berarti bahwa manusia itu sempurna, seperti Allah, namun ditempatkan di bawahnya.”[21]  Dalam Kej. 1:27 dikatakan bahwa manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.  Jadi, manusia itu sempurna seperti Allah, manusia pada waktu itu tidak mengenal dosa, atau akibat-akibat yang ditimbulkan seperti kematian, kelemahan, sakit penyakit dan kelemahan.  Manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dengan begitu sempurna.  Tetapi manusia juga berbeda dengan Allah, sebab manusia diciptakan oleh Allah, dalam Kej. 2:7 “ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”.  Dari sinilah terlihat jelas bahwa Allah menciptakan manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya.



E.     PROVIDENSI
Allah bukan hanya Pencipta dari segala ciptaan-Nya, tetapi Ia secara terus-menerus memelihara serta menopang seluruh ciptaan-Nya.  Kristus dikatakan sebagai Pribadi yang “menopang segala-sesuatu dengan firman-Nya yang penuh-kekuasaan” (Ibrani 1:3).  Pribadi yang “melalui Dia segala sesuatu tercipta,” atau di dalam Dia segala sesuatu memiliki integrasi secara teratur (Kolose 1:17).  G.I. Williamson menyatakan bahwa, “Providensi Allah adalah tindakan Allah yang Mahakudus, Mahabijaksana, Mahakuasa dalam memelihara dan memerintah segenap ciptaan-Nya beserta segala tindakan mereka”.[22]
Allah melaksanakan ketetapan-Nya dalam kehendak-Nya bukan hanya melalui karya penciptaan-Nya, melainkan juga melalui providensi-Nya.  Millard J. Erickson menyatakan bahwa, “God providence of God is important as a continuation of the work of His creation, which He gave His love, that is, in terms of providing maintenance” (Providensi Allah merupakan karya Allah yang penting sebagai kelanjutan dari karya penciptaan-Nya, dimana Ia memberikan kasih-Nya, yaitu dalam hal memberikan pemeliharaan”).[23]  Providensi adalah hal yang berkesinambungan dengan penciptaan, artinya bahwa setelah Allah menciptakan bumi beserta segala isinya Dia tidak hanya berhenti sampai disitu, tetapi Ia terus memelihara, menopang.
Setelah Allah menciptakan bumi beserta segala isinya, Ia terus memelihara ciptaan-Nya, dalam arti bahwa Allah terus menyertai dan melindungi seluruh ciptaan-Nya, dan Dia tidak pernah meninggalkan sedetik pun.  Grudem menyatakan bahwa:
Providence of God is that God constantly accompanies all creation, by (1). Keeping all of existence and maintain all that He has created, (2). Cooperate with all creation in any thing done, and also directed them to remain in what they should do, (3). Directing them to remain in God's purpose”  (Providensi Allah ialah bahwa Allah secara terus menerus menyertai semua ciptaan, yaitu dengan (1). Menjaga semua keberadaan dan memelihara semua yang telah diciptakan-Nya, (2). Bekerjasama dengan semua ciptaan dalam setiap hal yang dilakukan, dan juga mengarahkan mereka agar tetap berada dalam apa yang seharusnya mereka lakukan, (3). Mengarahkan mereka agar tetap berada dalam tujuan Allah”).[24]

Allah menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya merupakan ketetapan Allah di dalam diri-Nya sendiri.  Allah bukan hanya menciptakan tetapi Allah juga menjaga semua ciptaan-Nya serta mengarahkan mereka untuk tetap tinggal dalam rencana Allah.  John M. Frame menyatakan bahwa:
All things "and" the whole world ", that God has the power to regulate any matter that has been created. But one thing that can be drawn from the definition of God's providence is that God in His work, he proceeded in the maintenance of all His creation, and always lead to goals agreed Him”  (Semua hal” dan “seluruh dunia” , bahwa Allah mempunyai kuasa untuk mengatur setiap hal yang telah diciptakan-Nya. Tetapi satu hal yang dapat ditarik dari definisi Providensi Allah ini ialah bahwa Allah dalam pekerjaan-Nya, Ia melanjutkannya dalam pemeliharaan semua ciptaan-Nya, dan senantiasa mengarahkan kepada tujuan yang telah disetujui-Nya”).[25]
Allah adalah Allah yang berkuasa atas seluruh ciptaan-Nya, Dia tidak pernah membiarkan ciptaan-Nya, namun Dia secara terus menerus memelihara serta menompang seluruh ciptaan-Nya baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, sesuai dengan ketetapan-ketetapan-Nya dari kekal.  Geerhardus Vos menyatakan bahwa, “Various provisions refers to the breeding of life, protection and the act of supporting for life, both for animals and humans” (Berbagai ketetapan ini mengacu pada pengembangbiakan kehidupan, perlindungan dan penunjangan bagi kehidupan, baik terhadap binatang maupun manusia”).[26]  Dan lebih lanjut lagi Benjamin Farley menyatakan bahwa:
Divine Protection, one which proves that humans or other creatures too, is a creature who can not live independently, and will continue to rely on God, and as an all-knowing God, and that God is the Creator, He will not let all of His creation adrift in the world, living in uncertainty, and live in the patterns that have been arranged in such a way that leads to life is useless, as is believed by the concept of Deism” (Perlindungan Ilahi, merupakan satu hal yang membuktikan bahwa manusia ataupun juga ciptaan yang lainya, merupakan makhluk yang tidak dapat hidup mandiri, dan akan terus bergantung pada Allah, dan sebagai Allah yang Mahatahu, dan bahwa Allah adalah Sang Pencipta, Ia tidak akan membiarkan semua ciptaanNYA terkatung-katung dalam dunia ini, hidup dalam ketidakpastian, dan hidup dalam pola-pola yang sudah diatur sedemikian rupa, sehingga membawa pada kehidupan yang tidak berguna, seperti yang diyakini oleh konsep Deisme).[27]

Allah adalah Mahakasih sehingga Ia dalam kasih-Nya, memberikan suatu jaminan hidup berupa perlindungan.  Louis  Bekhof “mendefinisikan perlindungan ini sebagai “karya Allah yang terus berlangsung, yang dengannya Allah mempertahankan segala yang telah Ia ciptakan, bersamaan dengan kekuatan dan sifat-sifat yang telah dicurahkan-Nya kepada mereka.”[28]  Allah tidak hanya menciptakan tetapi Ia memberikan melindungan, mempertahankan sagala yang Ia ciptakan dalam providensi-Nya, menyediakan.  Di dalam perlindungan yang Allah berikan merupakan suatu tindakan yang nyata dalam mempertahankan ciptaan-Nya, sehingga Ia menyediakan apa yang menjadi keperluan, dan belangsung setiap saat, setiap detik, setiap waktu, dan kekal selama-lamanya.














DAFTAR PUSTAKA


Baan, G. J., Tulip: Lima Pokok Calvinisme. cet-2. (Surabaya: Momentum. 2010).

Bavinck, Herman., The Doctrine of God. The Banner of truth Trust. (Great Britain by the Bath: Press. Pennsylvania. U.S.A. 1997).

Berkhof, Louis., Teologi Sistematika-Doktrin Allah. Cetakan-1. (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia. 1993).

Boice, James M., Foundations of the Christian Faith. (Downers Grove, IL.: IVP. 1986).

Cairns, David., The Image of God in Man. (London: Collins. 1973).

Driver, Francis Brown, S.R. and Briggs, Charles., Hebrew and Enlish Lexicon of the Old Testament. (New York: Houghton Mifflin. 1907).

End, Th. Van den., Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme : Pengakuan Iman Westminster. Cet. ke-2. (Jakarta: BPK. Gunung Mulia. 2001).

Erickson, Millard J., Introduction Christian Doctrine. (Michigan: Baker Academic. 2001).

Farley, Benjamin., Providence of God. (Grand Rapids: Baker Book House. 1988).

Frame, John M., Doctrine of God, (New Jersey: P&R Publishing, 2002).

Hadiwijono, Harun., Iman Kristen. Cet. 12. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1999).

Hoekema, Anthony A., Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. Cet. 2. (Surabaya: Momentum. 2008).


Plaisier, Arie Jan., Manusia. Gambar Allah: Terobosan-terobosan Dalam Bidang Antropologi Kristen. Cet. 2. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2000).

Ryrie, Charles C., Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab. (Yokyakarta: Yayasan ANDI (Anggota IKAPI). 1991).

Schroeder, H.J., Canons and Decrees of The Council of Trent. (St. Louis: Heider. 1960).
Sitompul, A.A., Manusia Dan Budaya: Teologi Antropologi. Cetakan ke-1. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1993).

Vos, Geerhardus., Biblical Theology, (Grand Rapids: Eerdmans. 1948).

Wayne, Grudem., Systematic Theology –An Introduction to Biblical Doctrine. (England: Intervarsity Press. 1994).

Williamson, G. I., Katekismus Singkat Westminster 1. peny. The Boen Giok. cet. 1. (Surabaya: Momentum. 1999).

Wolters, Albert M., Pemulihan Ciptaan. Cet-2. (Surabaya: Momentum. 2010).





[1]G. I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster 1, peny. The Boen Giok, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999), h. 47.

[2]A.A. Sitompul, Manusia Dan Budaya: Teologi Antropologi, Cetakan ke-1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), h. 2.

[3]Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Allah, Cetakan-1, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1993), h. 239.

[4]Albert M. Wolters, Pemulihan Ciptaan, Cet-2, (Surabaya: Momentum, 2010), h. 18.

[5]Anthony A. Hoekema, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, Cet. 2, (Surabaya: Momentum, 2008), h. 8.

[6]Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Cet. 12, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999), h. 144.

[7]http://www.terangdunia.net/pedoman-saat-teduh/157--penciptaan-malaikat

[8]Herman Bavinck, The Doctrine of God, (Grand Rapids, Mich.: Baker, 1951), pg. 22.

[9]Charles C. Ryrie, Teologi Dasar: Panduan Populer Untuk Memahami Kebenaran Alkitab, (Yokyakarta: Yayasan ANDI (Anggota IKAPI), 1991), h. 162.

[10]Louis Berkhof, Teologi Sistematika-Doktrin Allah, Cetakan-1, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1993), h. 269-272.

[11]Francis Brown, S.R. Driver, and Charles Briggs, Hebrew and Enlish Lexicon of the Old Testament, (New York: Houghton Mifflin, 1907), pg. 853.

[12]A.A. Sitompul, Manusia Dan Budaya: Teologi Antropologi, Cetakan ke-1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), h. 33.

[13]Th. Van den End, Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme : Pengakuan Iman Westminster, Cet. ke-2, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2001), h. 102.

[14]Herman Bavinck, The Doctrine of God, The Banner of truth Trust, (Great Britain by the Bath: Press, Pennsylvania, U.S.A. 1997), pg. 279.

[15]G. I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster 1, pen. The Boen Giok, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999), h. 60.

[16]David Cairns, The Image of God in Man, (London: Collins, 1973), pg. 80.

[17]H.J. Schroeder, Canons and Decrees of The Council of Trent, (St. Louis: Heider, 1960), pg. 121.

[18]James M. Boice, Foundations of the Christian Faith, (Downers Grove, IL.: IVP, 1986), pg. 101.

[19]Arie Jan Plaisier, Manusia, Gambar Allah: Terobosan-terobosan Dalam Bidang Antropologi Kristen, Cet. 2, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2000), h. 24-25.

[20]Ibid.

[21]G. J. Baan, Tulip: Lima Pokok Calvinisme, cet-2, (Surabaya: Momentum, 2010), h. 8.

[22]G. I. Williamson, Katekismus Singkat Westminster 1, pen. The Boen Giok, cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999), h. 63.

[23] Millard J. Erickson, Introduction Christian Doctrine, (Michigan: Baker Academic, 2001), pg. 54.

[24]Grudem, Wayne Systematic Theology –An Introduction to Biblical Doctrine, (England: Intervarsity Press, 1994), pg. 212.

[25]John M. Frame, Doctrine of God, (New Jersey: P&R Publishing, 2002), pg 58.

[26]Geerhardus Vos, Biblical Theology, (Grand Rapids: Eerdmans, 1948), pg. 64.

[27]Benjamin Farley, Providence of God, (Grand Rapids: Baker Book House, 1988), pg. 93.

[28]Louis Berkhof, Teologi Sistematika – Doktrin Allah, (Surabaya: Momentum, 2008), h. 321.





HIDUP BARU MENURUT ALKITAB

BAB I
PENDAHULUAN

Allah menciptakan manusia yang pertama yaitu Adam dan Hawa menurut peta dan teladan-Nya, di mana manusia bisa memancarkan sifat-sifat Allah yang ada dalam diri mereka.  Allah menciptakan mereka dengan begitu sempurna dan begitu mulia, tetapi oleh karena keinginan manusia itu sendiri mereka melawan, memberontak dan ingin menjadi seperti Allah dan tidak taat sehingga mereka jatuh ke dalam dosa.  Dengan segala kemegahan dan kekudusan mereka, mereka pergunakan untuk melawan Allah dan tidak mau taat kepada Sang Pencipta mereka.  Ketika mereka jatuh ke dalam dosa, segala hikmat dan kekudusan mereka serta pengenalan mereka terhadap Sang Pencipta menjadi hilang.  Pada mulanya mereka diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, tetapi oleh karena dosa mereka menjadi serupa dan segambar dengan dunia.  Ini disebabkan oleh karena ketidaktaatan mereka terhadap Sang Pencipta mereka.
Manusia tidak bisa membaharui dirinya sendiri dengan cara apapun yang ia lakukan.  Oleh karena dosalah manusia tidak bisa mengenal Allah dan tidak bisa mengasingkan diri dari perbuatan-perbuatan jahat, manusia cenderung berbuat dosa dari pada melakukan perintah Tuhan. 
Manusia bisa mengenal Allah dengan benar hanya melalui kelahiran kembali yang disebut dengan hidup baru.  Hidup baru artinya berbalik serta meninggalkan kehidupan yang lama dan mau hidup dengan benar dihadapan Allah Sang Pencipta mereka.  Tanpa pembaharuan atau kelahiran kembali manusia tidak bisa mengenal Allah dengan benar.
BAB II
HIDUP BARU


Kehidupan orang Kristen sejati merupakan suatu kehidupan yang unik dengan kehidupan orang yang non-Kristen.  Sebab kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang senantiasa bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan Allah di dalam Yesus Kristus.  Manusia bisa bertumbuh dalam kasih dan anugerah Allah hanya jikalau ia sudah dilahirkan kembali.  Tanpa kelahiran kembali manusia tidak bisa mengenal Allah dengan benar serta bertumbuh dalam kasih karunia-Nya.  Manusia perlu dilahirkan kembali sebab kehidupannya yang lama adalah kehidupan yang senantiasa hidup di dalam lautan dosa.  Kehidupan orang yang sudah dilahirkan kembali ia akan hidup baru di dalam Yesus Kristus.
Ciri-ciri dari kehidupan orang yang sudah dilahirkan kembali adalah hidup yang berbuah, melalui perbuatan dan karakter yang senantiasa memancarkan citra kasih Allah.  Dalam Pengakuan Iman Gereja Belanda, Pasal 24 dijelaskan:
“Kita percaya, bahwa iman yang sejati itu, yang dihasilkan dalam hati manusia oleh pendengaran akan Firman Allah dan oleh pekerjaan Roh Kudus, membuat manusia lahir kembali dan menjadi manusia baru, membuatnya hidup dalam kehidupan yang baru dan memerdekakannya dari perhambaan dosa.  Oleh sebab itu, iman yang membenarkan itu sekali-kali tidak mengurangi gairah manusia untuk hidup saleh dan suci.”[1]

Melalui iman yang sejati yang telah dikaruniakan oleh Allahlah sehingga manusia bisa percaya kepada-Nya, dan tidak terlepas dari itu manusia juga bisa menjadi baru apabila dilahirkan kembali.  Melalui pendengaran Firman Allah sehingga manusia bisa percaya kepada Allah dan oleh pekerjaan Roh Kudus yang tiada henti-hentinya membuat manusia dilahirkan kembali sehingga menjadi manusia baru.  Melalui kelahiran kembalilah manusia bisa hidup baru di dalam Kristus.  U. Metzner dan H. P. V. Renner menyatakan bahwa, “Yesus Kristus adalah pusat pembaharuan perjanjian Allah.  Kristus adalah “satu orang” itu yang melalui-Nya Allah menjadikan segalanya menjadi baru (Roma 5:15; 1 Korintus 15:21, 22).  Melalui Dia orang percaya menjadi “ciptaan baru” (II Korintus 5:17; Galatia 6:15; Efesus 2:15).”[2]
Allah adalah Mahakasih, oleh karena Ia begitu mengasihi dunia ini sehingga Ia mengutus Anak-Nya yang Tunggal yaitu Yesus Kristus.  Melalui kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini, Ia memulihkan ciptaan Allah di dalam Adam yaitu manusia yang pertama yakni manusia yang lama, demikian Kristus menjadi Kepala dan wakil dari manusia yang baru.  Di dalam Dialah manusia menjadi baru dan dapat mengenal Allah dengan benar.  George Eldon Ladd menyatakan bahwa:
“Manusia biasa di dalam Adam; manusia yang dibaharui di dalam Kristus.  Sebagaimana Adam adalah kepala dan wakil dari kelompok manusia lama, demikian Kristus menjadi kepala dan wakil dari kemanusiaan yang baru.  Di dalam Adam muncul dosa, ketidaktaatan, penghukuman, dan maut; di dalam Kristus muncul kebenaran, ketaatan, pembenaran, dan kehidupan (Rm. 5:5, 12).”[3]

Adam adalah manusia pertama yang Tuhan ciptakan dan sekalian manusia yang tidak taat sehingga seluruh umat manusia jatuh dan hidup di dalam dosa, tetapi Kristus adalah penyelamat.  Melalui Dialah manusia yang telah jatuh di dalam dosa yaitu manusia yang ada di dalam Adam dibaharui.  Melalui Dia menusia mendapatkan hidup baru atau diciptakan baru dari manusia lama menjadi manusia baru.  Jadi, manusia yang sudah dilahirkan kembali atau hidup baru ada di dalam Yesus Kristus, mereka sudah dipersatukan di dalam Kristus.  Stephen Tong menjelaskan bahwa:
“Istilah “di dalam Kristus”… merupakan suatu istilah khusus di dalam iman kepercayaan orang Kristen.  Dihadapan Allah hanya ada dua lingkungan yang disebut sebagai “di dalam”.  Pertama, “di dalam Adam”.  Kedua, “di dalam Kristus”.  Dihadapan Allah manusia hanya diakui di dalam dua kategori ini.  Di dalam Adam manusia adalah manusia berdosa yang belum diselamatkan, yang mengikuti wakil mereka yaitu Adam yang memberontak kepada Allah.  Di dalam Kristus manusia adalah manusia berdosa yang sudah mengaku dosa dan diselamatkan, yang mengikuti wakil mereka yaitu Kristus yang taat kepada Allah.”[4]

Kelahiran kembali adalah dilahirkan kembali atau memulai hidup secara baru, yang adalah karya Roh Kudus, yang dengan-Nya manusia mengalami perubahan hati.  Dalam kelahiran kembali manusia menerima dari Allah, sedangkan dalam pertobatan manusia kembali kepada Allah.”  Dengan hal inilah manusia bisa hidup baru di mana meninggalkan atau berbalik dari kehidupan yang lama.  Kelahiran kembali merupakan sebuah anugerah Allah di dalam setiap pribadi yang Ia kehendakiA. A. Hodge menyatakan bahwa:
Regeneration is God’s act, conversion is ours. Regeneration is the implantation of a gracious principle: conversion is the exercise of that principle. Regeneration is never a matter of direct consciousness to the subject of it, conversion always is such to the agent of it.[5] (Kelahiran kembali adalah yang memperbaharui kita.  Kelahiran kembali merupakan sarana dalam prinsip anugerah; hal itu merupakan tindakan dasar pembaharuan.  Kelahiran kembali tidak pernah merupakan suatu persoalan yang langsung terhadap kesadarannya, namun pembaharuan selalu merupakan proses terhadapnya).”

Kelahiran baru atau hidup baru ialah anugerah dari Allah yang diterima oleh manusia, dan melaluinya manusia dapat lebih dekat dengan Allah.  Melalui kedekatan inilah manusia dapat hidup dengan kekal di dalam firman-Nya.  Selain itu manusia juga harus sudah menjadikan Yesus Kristus sebagai juruselamat hidupnya, sehingga ia dapat dikatakan telah hidup baru.  Hidup baru atau lahir baru bukan hanya sekedar dapat mengenal Allah, tetapi benar-benar hidupnya telah berubah dari hidup yang sebelumnya fana, penuh dengan kenajisan menjadi hidup yang tidak fana.  Luis Palau menyatakan bahwa, “Orang yang demikian dikatakan telah lahir baru, dan lain sebagainya.  Dengan demikian, orang lain dapat menilai kalau seseorang telah mengalami hidup baru, jika ada perubahan sikap seseorang dari yang tidak baik menjadi baik.”[6]
Seseorang dikatakan sudah dilahirkan kembali atau sudah mengalami hidup baru dalam seluruh eksistensi kehidupannya apabila ditandai dengan sikap, karakter serta gaya hidupnya setiap hari.  J. Wesley Brill menyatakan bahwa:
“Orang yang dilahirkan kembali mengalami beberapa hal yang ajaib: (a). Ia mengalami perubahan dalam perasaannya.  Dahulu ia adalah seteru Allah (Roma 8:7), tetapi sekarang ia mengasihi Allah (Roma 5:5; 1 Yohanes 4:19).  Dahulu ia membenci sesamanya manusia (Titus 3:3), tetapi ia sekarang mengasihi mereka (Roma 5:5).  (b). Ia mengalami perubahan dalam kehidupannya dan kelakuannya.  Kehidupan yang lama yaitu hidup di dalam dosa, telah berlalu (1 Yohanes 3:9) dan sebagai gantinya, ia hidup di dalam kebenaran (1 Yohanes 2:29).  (c).  Ia menerima kuasa untuk mengalahkan dunia ini dan mengalahkan dosa-dosanya (1 Yohanes 5:4).  Tetapi rahasia kemenangannya yaitu kuasa Roh Kudus yang patut disambut (Galatia 5:16) dan di dalam hal tetap tinggal di dalam Yesus Kristus (1 Yohanes 3:6).”[7]

Manusia yang sudah dilahirkan kembali atau hidup baru adalah orang yang telah mengalami perubahan dalam seluruh hidupnya secara totalitas.  Jikalau ia dahulu tidak mengenal Allah atau bahkan membenci Allah dan sesamanya sebab ia hidu di dalam dosa, tetapi ketika ia dilahirkan kembali untuk hidup baru ia menjadi pengasih, ia mengasihi Allah dan sesamanya dengan segenap hati dan segenap jiwanya.  Lebih daripada itu juga ia menerima kuasa yaitu Roh Kudus yang senantiasa bekerja di dalam hatinya untuk membenci dosa, sebab Roh Kudus telah dimeteraikan dalam hatinya, sehingga ia senantiasa memancarkan citra kasih Allah.  Charles Hodge menyatakan bahwa:
Regeneration it is called a new birth, a resurrection, a new life, a new creature, a renewingof the mind, a dying to sin and living to righteousness, a translation from darkness to light, etc. in theological language, it is  call regeneration, renovasion, conversion. These terms are often used interchangeably.  They are also used some times for the whole process of spiritual renovation of the image of God, and some times for a particular stage of that process.[8] (Kelahiran kembali disebut suatu kelahiran baru, kebangkitan kembali, kehidupan baru, pembaharuan pikiran, mati di dalam dosa dan hidup kepada kebenaran, pemindahan dari kegelapan terhadap terang dan sebagainya.  Di dalam bahasa teologi, disebut kelahiran kembali, pembaharuan, perubahan. Istilah ini semua adalah sering dipakai dengan berbuah-buah.  Mereka juga kadang-kadang memakai pada semua proses pembaharuan rohani atau pemulihan gambar Allah, dan kadang-kadang untuk suatu tingkatan proses yang khusus.)

Seseorang sudah dilahirkan kembali bukan hanya ditandai sebatas ia sudah baik atau hanya merupakan suatu pengakuan di mulut saja dan bahwa ia percaya kepada Allah, tetapi seluruh kehidupannya harus sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan yaitu dipimpin dan dituntut oleh Roh Kudus, meninggalkan manusia lama dan menjadi manusia baru.  Manusia dilahirkan kembali bukan karena hasil kebaikannya kepada Allah atau sudah melakukan hal-hal yang baik tetapi itu adalah tindakan Allah dalam kehidupannya.
Di dalam 1 Petrus 1 : 23 Karena kamu telah dilahirkan kembali bukan dari benih yang fana, tetapi dari benih yang tidak fana, oleh firman Allah, yang hidup dan yang kekal.”  Maksud dari ayat ini yaitu bahwa manusia itu lahir kembali dari kehidupan yang bersifat duniawi  ke kehidupan yang lebih mengenal Allah.  Dalam konteks ini manusia di ciptakan oleh Allah bukanlah langsung baik dihadapan Allah, tetapi manusia itu lahir dari manusia yang telah memiliki dosa.  Nicholas P. Wolterstorff, menyatakan bahwa “Setelah diciptakan baru, dijadikan umat manusia baru oleh kelahiran baru dan kuasa pengampunan dari Allah, mereka yang oleh iman dipersatukan dengan Kristus diterima sebagai warga Negara dari kerajaan Allah, dari kerajaan yang oleh Bapa telah dikaruniakan kepada Anak. Orang-orang pilihan dipilih untuk Kerajaan itu. Mereka diselamatkan bukan hanya sebagai individual tetaoi sebagai warga Negara Kerajaan, dan untuk kewarganegaraan.”[9]
Lahir baru berarti memulai kehidupan yang berarti dalam Kristus.  Hidup baru berarti suatu keadaan dimana kehidupannya sudah berubah tidak sama seperti sebelumnya.  Kelahiran baru bukanlah suatu langkah maju dalam reinkarnasi.  Kelahiran baru bukan sekedar kesadaran diri.  Sebaliknya, kelahiran baru adalah karya Allah yang nyata dan menetap, yang dari-Nya manusia meneima sifat yang baru dan kudus.  Itulah yang tercakup dalam hidup baru, suatu kelahiran yang adikodrati dan rohani, dari atas yang terjadi setiap saat takkala seorang menaruh pengharapannya pada Kristus.  Sinclain B. Ferguson menyatakan bahwa, ”Kelahiran baru berarti mengambil bagian dalam kebangkitan dan kuasa Yesus Kristus, dan memasuki hubungan yang hidup dengan Dia.”[10]
Manusia yang sudah dilahirkan kembali adalah manusia yang mengambil bagian dalam pelayanan yaitu senantiasa menaruh seluruh hidupnya secara totalitas untuk melayani Tuhan.  Seseorang sudah dilahirkan kembali apabila ia sudah bertumbuh sesuai dengan Firman Tuhan.



DAFTA ISI




Brill, J. Wesley., Dasar Yang Teguh. Cet. 16. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup. 2003).

End, Th. Van den., (peny). Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme. Cet. 3. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2004).

Ferguson, Sinclair B., Children Of The Living God: Anak-Anak Allah Yang Hidup. Cet.1. (Surabaya: Momentum. 2003).

Hodge, A. A., Outlines Of Theology. (USA: First Published The Banner Of Truth Trust. 1991).

Hodge, Charles., Sistematic Theology. Vol-2 (Grand Rapids: Publishing Company. USA. 1997).

Ladd, George Eldon., Teologi Perjanjian Baru. Jilid 2. Cet. 1. (Bandung: Yayasan Kalam Hidup. 1999).

Metzner, U. dan H. P. V. Renner., Penelaahan Alkitab Tentang Hidup Baru. Cet. 2. (Jakarta: Gunung Mulia. 2004).

Palau, Luis., Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen. Cet. 5. (Malang: Gandum Mas. 2002).

Tong, Stephen., Mengetahui Kehendak Allah. Cet. 1. (Surabaya: Momentum. 1999).

Wolterstorff, Nicholas P., Mendidik Untuk Kehidupan : Refleksi Mengenai Pengajaran dan Pembelajaran Kristen. Cet. 1. (Surabaya: Momentum. 2007).





[1]Th. Van den End (peny), Enam Belas Dokumen Dasar Calvinisme, Cet. 3, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), h. 40-42.

[2]U. Metzner dan H. P. V. Renner, Penelaahan Alkitab Tentang Hidup Baru, Cet. 2, (Jakarta: Gunung Mulia, 2004), h. 19.

[3]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, Jilid 2, Cet. 1, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), h. 251.

[4]Stephen Tong, Mengetahui Kehendak Allah, Cet. 1, (Surabaya: Momentum, 1999), h. 170.

[5]A. A Hodge, Outlines Of Theology, (USA: First Published The Banner Of Truth Trust, 1991), pg. 460.

[6]Luis Palau, Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen, Cet. 5, (Malang: Gandum Mas, 2002), h. 1-2.

[7]J. Wesley Brill, Dasar Yang Teguh, Cet. 16, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003), h. 222-223.

[8]Charles Hodge, Sistematic Theology, Vol-2 (Grand Rapids: Publishing Company, USA, 1997), pg. 3.

[9]Nicholas P. Wolterstorff, Mendidik Untuk Kehidupan : Refleksi Mengenai Pengajaran dan Pembelajaran Kristen, cetakan pertama, (Surabaya: Momentum, 2007), h. 378.

[10]Sinclair B. Ferguson, Children Of The Living God: Anak-Anak Allah Yang Hidup, Cet.1, (Surabaya: Momentum, 2003), h. 20.